Suaracianjur.com | Cianjur - Naringgul, Kampung adat miduana di Desa Naringgul, Cianjur, Jawa Barat, merupakan surga tersembunyi di selatan Cianjur, berbatasan dengan Kabupaten Bandung. Kampung ini akhirnya membuka diri, untuk di kembangkan Pemerintah Daerah.
Kampung ini berada di tengah pegunungan, yang di apit dua aliran sungai besar, yakni sungai Cipandak Hilir dan Sungai Cipandak Girang, yang kemudian bertemu menjadi sungai Cipandak, lokasinya yang berada di antara dua sungai itu, yang juga menjadi alasan kampung ini di namakan Miduana, atau midua, yang berarti mendua, atau terbagi dua.
Saat memasuki kampung tersebut, hawa sejuk khas pegunungan langsung terasa, terlihat struktur rumah-rumah milik masyarakat disana masih dipertahankan secara tradisional. Warga pun masih banyak yang mengenakan pakaian adat, lengkap dengan totopong, atau ikat kepala asli Sunda.
Berdasarkan sejarahnya. Warga di sana merupakan keturunan Kerajaan Pajajaran. Bahkan di kampung ini banyak penduduknya yang berusia panjang, hingga diatas 100 tahun, kampung ini terdiri dari 21 rumah yang dihuni 21 keluarga.
Rumah di kampung miduana masih sangat tradisional, berupa rumah panggung dengan dinding berupa bilik bambu, uniknya semua rumah berbentuk sama, yaitu semua pintu harus menghadap ke arah selatan. Warga di kampung ini mayoritas petani, hektaran sawah di sekeliling kampung menjadimata pencaharian warga, ada juga warga yang menjadi penyadap aren.
Aktivitas bertani di medan yang terjal di tengah pegunungan membuat warga tanpa sadar terbiasa olahraga keras, sehingga membuat tubuh mereka bugar, ditambah udara segar dengan alam yang masih terjaga tanpa polusi atau kebisingan kendaraan seperti di perkotaan membuat warga semakin hidup sehat.
Hal itu yang diduga membuat mayoritas warga di kampung adat miduana berusia panjang. Ma Icih, salah satunya, warga kampung adat miduana ini sudah berusia sekitar 120 tahun. Meski sudah berusia lebih dari seabad. Ma Icih masih mampu beraktivitas, mulai dari jalan-jalan di sekitaran rumah, hingga aktivitas lainnya.
" Sebenarnya dari pola makan, pola hidup, dan pikiran yang sehat, yang membuat warga tetap bugar dan berusia panjang, didukung tempat tinggal yang juga sehat karena alamnya yang masih terjaga." Ungkap Dewan Adat Kampung, Mudiana Rustiman.
Lanjutnya; " Selain dari usia warganya yang panjang, masyarakat kampung adat miduana juga memegang dan melestarikan kebudayaannya, seperti. Dongdonan Wali Salapan. Lanjaran tatali paranti, Mandi Kahuripan, Opatlasan mulud, dan berbagai kesenian buhun yang masih diajarkan ke generasi muda." Bebernya.
" Selain itu, kesenian yang masih dipertahankan hingga saat ini, seperti, Wayang gejlig, Nayuban dan Lais, selain Wayang golek, calung, rengkong, reog, tarawangsa, patun buhun dan lain-lain yang merupakan warisan dari para leluhurnya." Tambahnya.
Rustiman kembali menambahkan; " Kampung adat miduana sempat muncul sebagai daftar kampung adat di Jawa Barat pada tahun 1980, namun eksistensinya redup lantaran minimnya perhatian. Warga juga kembali menjadi tertutup agar tidak terpengaruh kebudayaan luar, yang menghilangkan tradisi, yang sudah terjaga selama ini." Paparnya.
" Kini, kampung adat miduana kembali terbuka dan akan ditata sebagai destinasi kebudayaan, kita masih tata agar menjadi tujuan wisata sejarah dan kebudayaan, namun tetap wisatawan yang berkunjung harus mengikuti larangan atau pantangan agar kemurnian adat disini tetap terjaga.katanya." Wantinya.
" Udara segar khas pegunungan menjadi nilai positif untuk masyarakat yang tinggal disana, dengan segala keunggulan yang ada, tak heran kampung adat miduana di sebut salah satu surga tersembunyi di tanah Pasundan." Tutupnya.
(Red)
Sumber: metropolitan.id