SUARA CIANJUR | CIANJUR - Rencana pembangunan energi terbarukan bersumber dari panas bumi TNGGP Taman Nasional Gunung Gede Pangrango menuai pro kontra di tengah masyarakat, terutama masyarakat Kecamatan Cipanas dan Pacet.
Pro kontra menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat di 2 kecamatan tersebut, masyarakat berharap pihak yang berkepentingan bisa mendengarkan serta menampung aspirasi dari kedua belah pihak.
Aliansi masyarakat yang gencar menyuarakan penolakan seperti (AMGP) Aliansi Masyarakat Gunung Gede Pangrango, Yayasan Surya Kadaka Indonesia serta elemen masyarak lain nya.
Yang terakhir datang dari Sayap Organisasi Partai Golkar, Hasta Karya, melalui (MDI) Majelis Dakwah Islamiah yang merupakan divisi keagamaan Ormas Hasta Karya. Selasa, (23/1/2024).
Hadi Susanto Ketua MDI Pusat di kediaman nya, Kampung pasir cina Rt 03/03 Desa Cipendawa Kecamatan Pacet, menegaskan:
"Saya Hadi Susanto aktivis dari Majelis Dakwah Islamiyah pengurus dewan pimpinan pusat dengan jabatan salah satu ketua pengurus pusat, mendengar dari kelompok masyarakat, dan saya juga sudah mendengar satu minggu sebelum gempa tentang rencana pembangunan proyek geothermal di Gunung Gede Pangrango," ucapnya pada Senin, (22/1/2024).
"Melihat itu saya hanya berpikir begini ngapain pemerintah mesti capek-capek membangun geothermal di daerah pertanian," sambung Hadi. Senin, pada, (22/1/2024).
Selanjutnya Hadi melanjutkan penuturan nya, sambil menuturkan rasa heran nya terkait rencana pembangunan geotermal TNGGP.
"Kenapa tidak pertanian itu sendiri yang dioptimalkan, contoh, pepaya California, durian bangkok, kol, brokoli dan sayuran lainnya sambil dikasih sentuhan teknologi yang akan menjadi devisa negara," jelas Hadi.
Ia juga mengatakan, gunung gede ini dianggap oleh masyarakat sebagai gunung yang sakral (keramat) di sini ini punya kearifan lokal, bahwa di sana itu tempat tilem nya Eyang Surya kencana.
"Sekarang tiba-tiba mau dibangun geothermal dan saya tahu proyek ini belum ada restu dari negara dan payung hukum serta undang-undangnya juga belum ada kok," ujarnya terlihat yakin.
Kemarin saya bicara dengan vulkanologi, mereka bilang belum tahu ada pembangunan proyek geothermal. Harusnya kan proyek itu dibangun harus melalui transaksi etis kepada masyarakat.
"Kenapa transaksi etis, dilihat kemanfaatannya terus lingkungan mengizinkan apa enggak, ekosistemnya di sini akan berubah atau tidak, apalagi sekarang saya dengar geothermal itu lebih mengarah kepada penguasaan lahan seluas 3180 hektar," paparnya.
Lanjutnya; "Saya dengar itu ada rapat di hotel Yasmin dan apa itu dibilang bahwasanya di garis imajiner 3180 hektar. Yang saya takut ada Grand desain, makanya saya sebagai warga menolak," ucapnya.
Ia pun menyayangkan, daripada tanah diberikan orang luar, sama pengusaha lebih bagus dibagikan sama masyarakat, itukan ada undang-undang pokok agraria, bahwa masyarakat berhak mendapatkan tanah, kenapa tidak dibagi kepada masyarakat, lebih bagus untuk lahan pertanian, negara kita ini negara agraris.
"Pemerintah harus berpihak pada rakyat bukan berpihak kepada pengusaha yang diuntungkan itu pengusaha-pengusaha, apakah negara tidak mendapatkan keutungan besar dari pertanian rakyat," tanya nya nampak heran.
Lebih lanjut Hadi menuturkan; "Apalagi sekarang pertanian kita ada program ketahanan pangan, mengharapkan devisa itu banyak dari mana juga dapat hasil tadi paling banyak dihasilkan dari pola ekonomi ekspor sayur ke negara luar, salah satu contoh misalnya Vietnam dengan bawang putihnya," tandas Hadi.
"Jangan punya niat pemerintah untuk membangun geothermal di sini, lebih bagus pemerintah mengoptimalkan pertanian dan mengucurkan dana untuk petani, membagikan tanah kepada masyarakat untuk gerakan pertanian hingga ada hasil untuk masyarakat," pungkas Hadi Susanto
Di Tempat yang sama Supra Yogi (41) tahun warga kampung Pasekon RT. 01/12 Desa Cipendawa Kecamatan Pacet, menambahkan:
"Saya sebagai warga desa Cipendawa menyatakan menolak keras dalam hal ini," tambah Supra Yogi.
"Dampak kedepannya bagi warga di sekitar lingkungan tersebut akan seperti apa dan belum pernah sama sekali kami di undang untuk sosialisasi atau silahturahmi," imbuhnya.
"Saya pribadi tahu dari para pendaki gunung tempo hari waktu ada kejadian gempa akan di bangunnya proyek geothermal," ucap Supra.
Lanjutnya; "Mungkin aparatur setempat berpikir letak kampung kami itu tidak dilalui oleh jalur kendaraan untuk akses ke atas," tutupnya.
(Indrayama)