SUARA CIANJUR | JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf mengaku bahwa pihaknya sudah mengajukan permohonan izin pengelolaan usaha tambang ke pemerintah.
Dikutip dari Kompas.com PBNU bergerak cepat mengajukan konsensi agar bisa menambah pemasukan untuk membiayai organisasinya. Kamis, (6/6/2024).
“NU ini pertama-tama seperti saya katakan butuh, NU ini butuh. Apapun yang halal, yang bisa menjadi sumber revenue untuk pembiayaan organisasi,” ujar Yahya kepada wartawan, Kamis (16/5/2024).
“Karena keadaan di bawah ini ya sudah sangat-sangat memerlukan intervensi sesegera mungkin,” sambungnya.
Sebagai organisasi masyarakat (Ormas) keagamaan terbesar, kata Yahya, PBNU memiliki puluhan ribu pesantren hingga madrasah di seluruh Indonesia. Untuk itu, diperlukan biaya besar untuk memastikan setiap sekolah memiliki fasilitas mumpuni, sekaligus menjamin kesejahteraan para tenaga pengajarnya.
Yahya kemudian mencontohkan kondisi Pesantren Lirboyo di Kediri, Jawa Timur yang fasilitasnya sangat terbatas, karena minimnya anggaran.
“Maka ketika pemerintah memberi ruang ini, membuat kebijakan afirmasi ini, kami melihat ini menjadi sebuah peluang. Dan segera kami tangkap, wong kami butuh! Gimana lagi? Begitu, sehingga kami tangkap,” kata Yahya.
Yahya menambahkan, permohonan izin pengelolaan usaha tambang yang diajukan PBNU hingga saat ini masih diproses oleh pemerintah.
“Jadi begitu pemerintah mengeluarkan Revisi PP nomor 96 Tahun 2021 yang memungkinkan untuk ormas keagamaan mendapatkan konsesi tambang, kami juga kemudian mengajukan permohonan. Sekarang masih berproses,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam salinan resmi PP Nomor 25 yang diunggah di laman resmi Sekretaris Negara, Jumat (31/5/2024), aturan tersebut diketahui diteken pada 30 Mei 2024.
Dalam beleid atau regulasi tersebut terdapat aturan baru yang memberikan izin kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) dan keagamaan untuk mengelola pertambangan.
Aturan itu tertuang pada Pasal 83A yang membahas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas.
Pada Pasal 83A Ayat (1) dijelaskan bahwa dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh ormas dan organisasi keagamaan.
Kemudian WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Adapun IUPK dan atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada badan usaha tidak dapat dipindahtangankan dan atau dialihkan tanpa persetujuan menteri.
Kemudian disebutkan bahwa kepemilikan saham ormas maupun organisasi keagamaan dalam badan usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali.
Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan, saat ini baru PBNU yang sudah mengajukan permohonan IUPK.
(Red)