SUARA CIANJUR | CIANJUR - Sebagian Masyarakat masih kurang faham dengan pengertian Akta Jual Beli Tanah (AJB) dan Sertipikat tanah, sehingga munculah persoalan tanah.
Akta Jual Beli (AJB) merupakan akta autentik sedangkan sertipikat tanah sebagai alat pembuktian yang kuat. Jum'at (28/6/2024).
Berikut point point penjelasanya:
1. Di dalam Pasal 1 angka (4) Undang undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda benda yang Berkaitan Dengan Tanah dinyatakan bahwa PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah dst.
2. Kemudian di dalam penjelasan Umum pada angka (7) Undang undang No. 4 Tahun 1996 tersebut dinyatakan bahwa akta PPAT merupakan akta autentik.
3. Jika terjadi transaksi Jual-Beli bidang tanah, akta Jual-Beli (AJB) bidang tanah tersebut harus dibuat di hadapan PPAT karena jika tidak dilakukan di hadapan PPAT, peralihan hak atas tanah yang terjadi karena "jual-beli" tersebut tidak dapat didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat (Vide Pasal 37 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah).
4. Berdasarkan atas Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat di hadapan PPAT yang merupakan akta autentik tersebut oleh Kantor Pertanahan setempat, nama pemilik lama yang tercantum di dalam sertipikat tanah akan dicoret dan kemudian diganti dengan nama pemilik baru (pembeli).
5. Namun perlu diketahui bhw berdasarkan atas Pasal 32 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang "Pendaftaran Tanah" juncto Pasal 19 ayat 2 huruf (c) Undang undang No. 5 Tahun 1960 tentang "UUPA", sertipikat tanah hanya merupakan "surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat" dan bukan sebagai "akta autentik.
Dengan demikian dapat dikatakan adanya "keganjilan" (keanehan), karena Akta Jual Belinya merupakan "akta autentik", tapi Sertipikat Tanahnya hanya merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalam sertipikat tersebut.
Hal ini terjadi sebagai konsekuensi yuridis dianutnya sistem Pendaftaran Tanah dengan Sistem Publikasi Negatif, meskipun di dalam kenyataannya mengandung unsur (bertendensi positif).
6. Pendaftaran Tanah menurut UUPA No. 5 Tahun 1960, penyelenggaraannya tidak menggunakan sistem publikasi positif, tetapi menggunakan sistem publikasi negatif yang bertendensi positif.
7. Perlu ditegaskan bahwa meskipun Pendaftaran Tanah menurut UUPA menganut sistem publikasi negatif, namun yang dianut bukan sistem publikasi negatif murni, melainkan publikasi negatif yang mengandung unsur (bertendensi positif) karena penyajian data fisik dan data yuridis atas bidang tanah dilakukan dengan penelitian/pemeriksaan yang memadai.
Hal ini sebagai perwujudan bahwa salah satu tujuan Pendaftaran Tanah antara lain untuk menjamin kepastian hukum (rechtszekerheid) (Vide Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah juncto Pasal 19 ayat 1 Undang2 No. 5 Tahun 1960 tentang UUPA).
Last But Not Least Meskipun Sertifikat Tanah bukan merupakan akta authentik dalam realitanya ditinjau dari segi hukum pembuktian (law of evidence), sertifikat tanah merupakan alat bukti (bewijsmiddel) yang tertinggi kekuatan pembuktiannya (bewijskracht).
Penulis: Muhammad Luthfi Bagasworo, S.H.