Fenomena Sandwich Generation Tulang Punggung Ekonomi Keluarga: Dampak dan Tantangan

suaracianjur.com
Desember 09, 2024 | 12:05 WIB Last Updated 2024-12-09T05:20:00Z
Foto; Dok. (Net) Photo ilustrasi kategori generasi sandwich (tengah) gambar istimewa 

SUARA CIANJUR | TANGSEL - Sandwich generation dapat dikatakan sebagai tulang punggung keluarga dalam hal ekonomi. Seseorang yang menanggung beban tiga generasi dan memenuhi kebutuhan hidup nya sendiri. Biasanya, orang yang dimasukkan ke dalam kategori ini ialah generasi kedua, orang tua kita. Mereka menanggung beban ekonomi pribadi, memikul tanggung jawab nya sebagai orang tua kepada anak nya, serta menghidupi orang tua (generasi atas) di masa tua.

Dorothy A. Miller memperkenalkan istilah sandwich generation ini melalui “The Sandwich Generation : adult children of the aging” pada tahun 1981. Mendeskripsikan sandwich generation sebagai orang dewasa yang terjepit di antara orang tua lansia dan anak yang semakin tumbuh dewasa. (Miller, 1981).

Elaine M. Brody, seorang sosiolog Amerika Serikat, yang juga menulis hal serupa pada 1981. Dalam artikel berjudul “Women in the Middle” and “Family Help to Older People”, Brody mendeskripsikan perempuan dalam rentang usia 30 – 40-an yang terjepit karena harus merawat orang tua dan anak-anak mereka secara sekaligus.

Siapa dan pada kategori apa seseorang dapat dikatakan generasi sandwich ini? Sandwich Generation tidak hanya di bebankan pada generasi kedua atau orang tua. Ini dapat terjadi pada siapa saja, bahkan seorang kakak dalam sebuah keluarga jika pada kasus nya orang tua atau generasi kedua nya sudah tidak ada, sehingga peran mereka digantikan dengan keluarga yang paling dekat dan usia nya tertua.

Kategori keluarga menengah-bawah menjadi yang paling tinggi memikul beban sebagai tulang punggung keluarga, yakni 44,8 persen. Jumlah kelas menengah di Indonesia pada 2024 diperkirakan turun menjadi 47,85 juta jiwa dari 57,33 juta jiwa pada 2019. Namun, risiko bertambah nya fenomena ini di masa yang akan datang perlu kita khawatirkan.

Dampak dari fenomena ini mungkin tidak banyak dirasakan oleh keluarga kategori menengah-atas. Karena, dalam perekonomian mereka dikatakan cukup untuk memenuhi ketiga generasi sampai anak-cucu nya. Tentu dampak ekonomi dalam sebuah keluarga adalah hal yang paling ter-highlight pada masa ini.

Contohnya pada skala pekerja, kebanyakan perusahaan besar di Indonesia pekerja nya berhubungan karena latar belakang keluarga, finansial yang setara, ataupun sudah kenal satu sama lain karena tinggal pada lingkungan yang sama.

Inilah alasan nya sandwich generation menjadi hal yang perlu kita perhatikan. Beberapa merasakan keminderan karena faktor ekonomi di belakang mereka. Kemudian, memikirkan hal yang tidak pasti yang berdampak pada kesehatan mental.

Menurut Badan Pusat Statistik, 11,6–17,4% dari 150 juta populasi orang dewasa di Indonesia mengalami gangguan mental emosional atau gangguan kesehatan jiwa berupa stres kerja. Hal ini menjadi peristiwa yang memprihatinkan bagi negara Indonesia. Dampak yang dirasakan bagi orang yang mengalami fenomena ini cukup signifikan, serta bersifat berkelanjutan ke generasi selanjutnya. 

Dalam beberapa kasus tragis, tekanan yang tak terkendali dapat berujung pada kematian, baik karena serangan jantung, stroke, atau bunuh diri akibat kelelahan mental. Data menunjukkan bahwa beban ganda ini tidak hanya melemahkan kondisi fisik tetapi juga mengikis kesehatan mental hingga mencapai titik kritis. Hal ini menjadi peringatan penting untuk segera mengambil langkah preventif dan memperhatikan kesejahteraan diri sendiri.
 
Untuk menghadapi persoalan Sandwich ini, rantai harus diputuskan dan perbaikan pada faktor ekonomi sangat diperlukan. Bagi mereka yang tidak merasakan fenomena ini, atau yang merasakan denial pada keluarga nya. Ada baiknya pencegahan awal kita perlukan agar masyarakat dan keluarga tidak merasa terjerat pada rantai ini.

Satu-satunya cara untuk menghindari paparan dan dampak fenomena ini terhadap anak-anak adalah dengan memulai literasi atau pendidikan keuangan di usia dini. Orang tua dan keluarga perlu menanamkan pentingnya menabung untuk keadaan darurat, menciptakan pensiun, dan melakukan investasi yang cerdas. Pengelolaan keuangan yang baik juga mengurangi kemungkinan tekanan yang tidak perlu di masa depan.

Di sisi lain, sangat penting bagi orang tua untuk didorong agar membuat ketentuan yang cukup untuk pensiun dan asuransi kesehatan mereka sendiri, sehingga mengurangi beban yang seharusnya ditanggung oleh anak-anak mereka. Contoh kasus pada anak-anak pinggiran kota atau pedesaan, banyak dari mereka terpaksa meninggalkan pendidikan mereka untuk membantu orang tua mereka demi mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Foto: Dok. (KUN) Ilustrasi keluarga sedang menabung (photo istimewa).

Bagi mereka yang sudah berada di generasi sandwich, menjaga jalur komunikasi yang terbuka dalam keluarga adalah kunci. Mampu berbicara tentang tanggung jawab fiskal secara praktis dan berbagi tanggung jawab dengan anggota keluarga lainnya cenderung meredakan tekanan. Selain itu, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan profesional jika diperlukan, seperti penasihat keuangan atau psikolog untuk masalah kesehatan mental.

Kesehatan mental dan fisik juga harus diprioritaskan. Tekanan yang terus-menerus dari tugas yang bertumpuk sering kali tidak terlihat, namun bisa merugikan tubuh secara signifikan. Bukti menunjukkan bahwa orang yang mengalami stres berat memiliki risiko yang lebih tinggi terkena penyakit jantung, hipertensi, dan depresi. Maka, penting untuk melaksanakan kegiatan manajemen stres seperti beristirahat, berolahraga fisik, dan berelaksasi, termasuk meditasi.

Fenomena generasi sandwich dirasakan oleh banyak orang pada zaman sekarang. Mereka yang berada pada situasi ini bertanggung jawab secara ekonomi untuk tiga generasi: diri mereka sendiri, anak-anak mereka, dan orang tua mereka yang lanjut usia. 

Sandwich Generation tidak terbatas pada orang tua saja, tetapi bisa juga dialami oleh semua orang yang sedari awal sudah terjerat pada rantai ekonomi. Fenomena ini lebih umum di keluarga menengah-bawah yang paling banyak merasakan beban ekonomi. Kondisi yang memprihatinkan ini diprediksi akan meningkat di masa depan, khususnya pada generasi Z.

Walaupun tidak terlalu berdampak pada keluarga menengah-atas, masalah ini tetap perlu perhatian serius karena efeknya yang signifikan terhadap kesehatan fisik dan mental individu yang terlibat.

Diperlukan langkah-langkah seperti literasi keuangan sejak dini, perencanaan pensiun yang matang, dan pembagian tanggung jawab dalam keluarga. Kesehatan mental dan fisik juga harus dijaga melalui manajemen stres dan konsultasi profesional jika diperlukan.

Edukasi dan kesadaran akan pentingnya pengelolaan keuangan yang baik dan komunikasi yang terbuka dalam keluarga adalah kunci untuk mengurangi beban generasi sandwich ini. Rencana keuangan yang matang, dukungan keluarga, dan perhatian pada kesehatan mental, risiko fatal akibat tekanan ini dapat mengurangi risiko stres pada satu orang.

Untuk menghadapi fenomena ini, bukan hanya perlu kerja sama anggota keluarga saja. Tetapi pemerintah juga diharapkan turut membantu seperti dalam hal perluasan lapangan pekerjaan, operasi UMKM yang ditingkatkan, dan penghapusan sepenuhnya kapitalisasi atau meng-kaya kan yang sudah kaya.

Pemerataan pekerja juga menjadi faktor yang dapat membantu mencegah hal ini. Perusahaan juga perlu memerhatikan penyeleksian pekerja, dan saya rasa istilah orang dalam pada dunia kerja juga harus dituntaskan agar orang-orang yang merasa dirinya berkualitas dan pantas tidak perlu khawatir akan masa depan ekonomi mereka.

Penulis: Khairunnisa Utami Ninditoputri.


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Fenomena Sandwich Generation Tulang Punggung Ekonomi Keluarga: Dampak dan Tantangan

Trending Now

Iklan