SUARA CIANJUR | JAKARTA - Media sosial adalah platform yang memfasilitasi penyebaran informasi dengan kecepatan yang tinggi. Dalam era modern ini, masyarakat dapat dengan cepat dan akurat menemukan informasi yang dibutuhkan melalui media sosial. Selain itu, media sosial sangat mempermudah akses terhadap berbagai kebutuhan, baik di dalam negeri maupun antar negara. Kamis (12/12/2024).
Dalam konteks ini, media sosial memberi dukungan signifikan terhadap berbagai aktivitas yang dilakukan. Oleh karena itu, penggunaan media sosial yang tepat dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat di zaman sekarang, keberadaan media sosial juga memengaruhi penetrasi budaya asing ke Indonesia dengan lebih mudah. Perkembangan teknologi menjadi salah satu faktor yang membuat generasi muda sangat mudah terhubung dengan budaya luar.
Sebagai sarana komunikasi, media sosial menawarkan arus informasi yang tak terbatas, yang secara langsung memberikan akses kepada budaya asing, seperti tren berpakaian, musik, film, dan gaya hidup. Bagi generasi muda yang memiliki semangat eksplorasi tinggi, budaya asing ini tentu memiliki daya tarik tersendiri bagi mereka yang ingin belajar dan merasakan hal-hal baru di luar budaya lokal.
Namun, kemunculan budaya asing ini bisa menjadi ancaman terhadap budaya lokal yang merupakan bagian dari identitas bangsa Indonesia. Hal ini dikhawatirkan dapat mengikis nilai-nilai budaya lokal Indonesia yang berpotensi memengaruhi Pancasila sebagai karakter bangsa. Pancasila, sebagai dasar dan ideologi negara, merupakan konsensus para pendiri bangsa saat Indonesia berdiri.
Penting untuk diingat bahwa hingga era globalisasi saat ini, bangsa Indonesia masih berpegang pada Pancasila sebagai fondasi negara. Sebagai landasan nasional, Pancasila harus menjadi acuan dalam menghadapi beragam ancaman global yang terus berkembang agar nilai-nilai budaya lokal tetap bisa terjaga.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), media sosial diartikan sebagai laman atau aplikasi yang memungkinkan penggunanya untuk membuat dan membagikan konten serta berinteraksi dalam jaringan sosial.
Gohar F. Khan, dalam bukunya Social Media for Government, menjelaskan bahwa secara sederhana, media sosial adalah platform berbasis internet yang dirancang untuk kemudahan penggunaan, sehingga para pengguna dapat membuat dan membagikan berbagai jenis konten, seperti informasi, opini, dan minat, dalam berbagai konteks yang mencakup informasi, edukasi, sindiran, kritik, dan lainnya kepada audiens yang lebih luas.
Dengan demikian, media sosial memiliki efek berantai, yang membuat proses transmisi informasi tidak terbatas hanya pada satu audiens utama saja (efek pengganda).
Menurut lembaga riset pasar e-Marketer, populasi pengguna internet di Indonesia mencapai 83,7 juta orang pada 2014. Angka tersebut mendudukkan Indonesia di peringkat ke 6 terbesar di dunia dalam hal jumlah pengguna internet (Supratman, 2018).
Berdasarkan data statistik yang dirilis APJII tahun 2014 menunjukkan bahwa media sosial merupakan website yang paling sering diakses pengguna internet Indonesia (Nugraheni, 2017).
Rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktu untuk menggunakan sosial media selama 2 jam 52 menit (Cut Medika, 2020).
Sekarang ini smartphone tidak lagi sebatas alat komunikasi yang digunakan secara verbal (lisan maupun tulisan) tetapi juga berbagai fiturnya memberikan berbagai varian fitur yang lebih beragam mulai dari pemutar video, musik, radio bahkan juga kamera digital (digital camera) dan perangkat yang bisa digunakan untuk mencari berbagai informasi yang kita butuhkan.
Meningkatnya penggunaan media sosial di Indonesia Menurut laporan dari We Are Social dan Hootsuite tahun 2023, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai lebih dari 190 juta, di mana sebanyak 170 juta di antaranya aktif menggunakan media sosial.
Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia sudah terkoneksi dengan media sosial, sehingga platform ini menjadi sarana yang krusial dalam penyebaran informasi, termasuk kebudayaan lokal.Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube sangat cocok digunakan sebagai wadah untuk memperkenalkan serta mempromosikan budaya lokal melalui konten visual menarik seperti foto, video, dan cerita pendek.
Memanfaatkan media sosial untuk mengenalkan seni dan kerajinan tradisional. Menurut survei yang dilakukan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia, lebih dari 60% UMKM yang fokus pada kerajinan tangan dan seni tradisional menggunakan media sosial sebagai sarana untuk memasarkan produk mereka.
Produk kerajinan lokal yang beragam seperti batik, tenun, dan perhiasan tradisional sedang dipromosikan dengan luas di platform media sosial. Sebagai contoh, Instagram telah menjadi platform yang sangat efektif bagi para pengrajin untuk menampilkan karya-karya mereka dan mengenalkan proses pembuatan yang unik kepada audiens di seluruh dunia.
Peran Media Sosial dalam Mempertemukan Generasi demi Mempertahankan Keanekaragaman Budaya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asosiasi Digital Indonesia (ADI) pada tahun 2022, sebagian besar pengguna media sosial berusia 18-34 tahun di Indonesia cenderung lebih menyukai konten budaya lokal yang diposting oleh selebritas atau influencer.
Para influencer atau selebriti sering memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan kegiatan yang terkait dengan budaya, seperti mengenakan pakaian adat dalam acara tertentu atau memperkenalkan kuliner tradisional. Hal ini menarik minat anak muda untuk mendalami dan mencintai keanekaragaman budaya lokal.
Peran media sosial sangat signifikan dalam menjaga serta memajukan keberagaman budaya lokal. Dengan adanya platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube, budaya tradisional Indonesia memiliki kesempatan untuk terus dijaga keberlangsungannya dan diperkenalkan secara luas kepada penonton di seluruh dunia. Dengan memanfaatkan media sosial dengan baik, budaya lokal Indonesia dapat terus berkembang dan mulai dikenal oleh generasi mendatang, termasuk masyarakat internasional.
Dalam aspek budaya, media sosial memberikan wadah bagi individu untuk berbagi, promosi, dan pemeliharaan keberagaman kekayaan kebudayaan mereka dengan mudah. Dengan berbagai fitur yang ditawarkannya seperti video, foto, artikel, dan bahkan diskusi langsung, media sosial mampu menebar jangkauan dengan lebih luas dan lebih cepat daripada penerapan metode tradisional.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kebudayaan berasal dari kata “Budaya” yang memiliki arti pikiran atau akal budi. “Berbudaya” artinya memiliki budaya sedangkan “Kebudayaan” adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat.
Kesenian lokal yang memikat hati dunia lewat gerbang media sosial. Di kalangan anak muda, TikTok sangat populer. Mereka melaporkan bahwa lebih dari 1,2 miliar video terkait budaya tradisional Indonesia diunggah ke platform mereka pada tahun 2023.
Trend budaya lokal seperti tari tradisional, musik gamelan, dan kuliner khas daerah seringkali menjadi viral di TikTok, sehingga terciptanya kesadaran global mengenai keindahan budaya Indonesia. Penggunaan hashtag seperti #IndonesianCulture atau #BatikIndonesia kerap digunakan untuk memperkenalkan kekayaan budaya lokal kepada para audiens internasional.
Berdasarkan laporan We Are Social dan Hootsuite 2024, jumlah pengguna media sosial di Indonesia telah mencapai lebih dari 210 juta, yang mencakup berbagai platform seperti , Facebook, TikTok, dan YouTube. Media sosial telah menjadi alat utama dalam menyebarkan berbagai informasi, termasuk yang berkaitan dengan budaya lokal.
Namun, konten yang berhubungan dengan budaya lokal sering kali mendapatkan perhatian yang lebih sedikit dibandingkan dengan konten global atau hiburan mainstream.
Laporan dari UNESCO mengungkapkan bahwa media sosial memiliki kemampuan untuk mengenalkan budaya lokal kepada audiens yang lebih luas. Contohnya, pemakaian tagar seperti #WonderfulIndonesia di Instagram berfungsi untuk menarik perhatian wisatawan internasional agar datang ke Indonesia dan mempelajari budaya lokal.
Meskipun media sosial memiliki potensi yang besar dalam mempromosikan budaya lokal, tingkat kesadaran masyarakat dan kualitas konten yang dibagikan masih sangat bervariasi. Banyak budaya lokal yang hingga kini belum terdokumentasi dengan baik di platform ini.
Berdasarkan penelitian dari Badan Aksesibilitas Digital (2023), sekitar 30% penduduk pedesaan di Indonesia masih menghadapi keterbatasan akses internet yang memadai, yang menghalangi mereka dalam mempromosikan budaya lokal mereka secara digital. Kesenjangan digital ini menjadi tantangan signifikan dalam pemanfaatan media sosial sebagai sarana untuk mempromosikan budaya lokal, karena daerah-daerah terpencil sering kali kesulitan untuk menggunakan platform tersebut.
Survei yang dilakukan oleh Kominfo pada tahun (2022) menunjukkan bahwa banyak konten budaya yang dibagikan di media sosial sering kali tidak dipahami dengan benar atau ditafsirkan secara berbeda oleh audiens yang lebih luas.
Media sosial kadang-kadang dapat menyederhanakan atau mengubah makna budaya lokal, yang berpotensi merusak keaslian dan nilai-nilai yang ingin dijaga. Situasi ini dapat berisiko mengarah pada "komodifikasi" budaya, di mana budaya lokal hanya dianggap sebagai objek konsumsi.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebudayaan (2023), sebanyak 55% generasi muda Indonesia menunjukkan ketertarikan yang lebih besar terhadap budaya global, khususnya budaya populer yang hadir melalui platform media sosial seperti K-pop, film Hollywood, dan tren viral di TikTok.
Meskipun media sosial memberikan banyak kesempatan untuk memperkenalkan budaya lokal, daya tarik budaya populer global sering kali lebih dominan dibandingkan dengan upaya promosi budaya lokal itu sendiri. Hal ini membuat generasi muda cenderung lebih dipengaruhi oleh tren-tren global yang muncul di media sosial, yang pada akhirnya menyebabkan adanya kesenjangan dalam pemahaman dan penghargaan mereka terhadap budaya lokal.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Influencer Marketing Hub (2023), influencer lokal di Indonesia memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap audiens mereka. Pemanfaatan influencer untuk mempromosikan budaya lokal dapat meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap budaya tersebut.
Namun, meskipun influencer dapat berkontribusi pada promosi budaya lokal, mereka sering kali lebih mengutamakan tren yang lebih populer dan komersial ketimbang nilai-nilai budaya yang lebih mendalam. Situasi ini menciptakan perbedaan antara budaya lokal yang autentik dengan representasi yang lebih dangkal di media sosial.
Indonesia memiliki lebih dari 1. 300 suku bangsa dan ribuan bahasa daerah yang beraneka ragam.
Meski demikian, tidak semua budaya ini mendapatkan representasi yang adil di media sosial. Media sosial dapat berfungsi sebagai platform yang sangat efektif untuk merayakan keberagaman budaya Indonesia. Akan tetapi, hanya beberapa budaya yang mendapatkan perhatian lebih besar, sementara banyak budaya lokal lainnya seringkali terabaikan atau tidak terwakili dengan baik.
Laporan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (2022) menyoroti bahwa modalitas budaya lokal seperti tarian, musik, dan kerajinan tangan mulai tergantikan oleh budaya konsumsi yang modern. Dalam konteks ini, media sosial memiliki peran yang bersifat ganda; meskipun platform ini bisa menjadi alat untuk mempromosikan budaya lokal, sering kali ia juga memperkenalkan tren-tren modern yang mengalihkan perhatian dari budaya tradisional, sehingga menimbulkan penurunan minat terhadap praktik-praktik budaya yang lebih tua.
Media sosial memiliki potensi yang sangat besar dalam melestarikan dan mempromosikan budaya lokal. Namun, berbagai tantangan perlu diatasi, seperti kesenjangan akses internet, pengaruh budaya global, dan kesulitan dalam mempertahankan otentisitas budaya. Oleh karena itu, diperlukan upaya kolaboratif antara pemerintah, komunitas lokal, influencer, dan masyarakat agar budaya lokal dapat terus hidup dan berkembang di era digital ini.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kominfo (2023), kampanye digital yang menekankan pendidikan tentang budaya lokal mampu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian budaya. Kampanye yang menggunakan hashtag #LestarikanBudayaIndonesia atau #CintaBudayaLokal berhasil menarik perhatian lebih dari 20 juta pengguna di Indonesia. Selain itu, kampanye digital yang dirancang untuk mendidik audiens mengenai budaya lokal melalui beragam media seperti video, artikel, dan infografis dapat memperkenalkan nilai-nilai budaya yang lebih dalam serta meningkatkan apresiasi terhadap warisan budaya.
Laporan dari Influencer Marketing Hub (2023) mengungkapkan bahwa kolaborasi antara pemerintah atau organisasi budaya dengan influencer mampu memperluas jangkauan pesan promosi budaya lokal, mencapai lebih dari 10 juta orang, khususnya di kalangan generasi muda. Influencer, terutama yang memiliki audiens muda, memiliki peranan krusial dalam mempopulerkan budaya lokal dengan pendekatan yang lebih kreatif, seperti melalui tantangan video, unboxing produk budaya lokal, atau perjalanan ke daerah dengan keunikan budaya tertentu.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh HubSpot pada tahun 2022, konten visual seperti gambar dan video dapat mencapai tingkat interaksi yang jauh lebih tinggi, bahkan hingga tiga kali lipat, jika dibandingkan dengan konten berbentuk teks. Temuan ini menjadi sangat penting untuk mempromosikan budaya lokal melalui media sosial. Dengan menggunakan konten visual, seperti foto, video pendek, atau animasi yang menampilkan keindahan seni, tarian, pakaian tradisional, dan kuliner lokal, kita dapat menarik perhatian audiens dan meningkatkan minat terhadap budaya lokal yang mungkin belum banyak diketahui.
Hashtag seperti #PesonaIndonesia, #KearifanLokal, dan #BudayaIndonesia telah digunakan lebih dari 50 juta kali di platform Instagram dan Twitter.
Menurut data dari Hootsuite (2023). Hashtag ini telah meningkatkan kesadaran tentang keberagaman budaya Indonesia di kalangan pengguna media sosial global. Dengan memanfaatkan hashtag yang relevan, pesan mengenai budaya lokal dapat tersebar lebih luas dan diakses oleh pengguna dari berbagai penjuru dunia. Selain itu, hashtag juga berperan dalam membangun komunitas daring yang berorientasi pada budaya lokal.
Kerjasama antara komunitas budaya lokal dan platform media sosial, seperti yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mempromosikan pariwisata budaya, mampu meningkatkan kunjungan wisatawan hingga 30%. Hal ini terlihat pada program #VisitBali yang diluncurkan melalui media sosial pada tahun 2022.
Sinergi antara pemerintah, komunitas budaya, dan media sosial dapat memberikan kontribusi positif terhadap promosi budaya lokal, tidak hanya untuk menarik wisatawan tetapi juga untuk meningkatkan kebanggaan masyarakat lokal terhadap warisan budaya mereka.
Berdasarkan laporan dari Facebook Research (2023), platform yang mendukung komunitas budaya lokal dengan menyediakan fitur-fitur seperti grup atau halaman khusus dapat meningkatkan interaksi pengguna dengan budaya lokal. Sebagai contoh, grup Facebook yang membahas kerajinan tangan atau musik tradisional berhasil menarik lebih dari 100 ribu anggota. Fitur media sosial ini yang memungkinkan pembuatan komunitas atau grup khusus budaya lokal memberikan kesempatan bagi pengguna untuk saling bertukar pengetahuan, belajar, dan mempromosikan produk atau tradisi budaya dengan cara yang lebih efektif.
Berdasarkan laporan dari Global Web Index (2023), acara yang disiarkan secara langsung melalui platform seperti Instagram, YouTube, dan Facebook mampu menarik lebih dari 2 juta penonton secara global dalam waktu singkat, tergantung pada tema dan tingkat keterlibatan audiens.
Menyelenggarakan acara budaya, seperti pertunjukan musik tradisional, tarian daerah, atau pameran seni lokal, secara langsung di media sosial dapat mengundang audiens internasional dan lokal untuk menikmati serta mendalami kekayaan budaya lokal secara real-time.
Laporan dari Statista (2024) menunjukkan bahwa 45% pengguna media sosial cenderung lebih tertarik untuk menikmati pengalaman interaktif yang memanfaatkan teknologi AR atau VR. Teknologi ini dapat digunakan untuk memperkenalkan budaya lokal melalui pengalaman virtual, misalnya, dengan melakukan tur budaya. Dengan memanfaatkan teknologi AR atau VR untuk menciptakan pengalaman budaya yang mendalam, seperti tur virtual ke lokasi-lokasi budaya, kita dapat menemukan cara yang inovatif untuk mengenalkan budaya lokal kepada audiens yang lebih muda dan melek teknologi.
Berdasarkan informasi dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2023), lebih dari 70% kreator konten yang mengedepankan kebudayaan lokal mampu menarik perhatian audiens yang lebih besar dan berkontribusi pada perekonomian kreatif di wilayah asal mereka.
Memberikan dukungan kepada kreator konten lokal dalam pembuatan dokumentasi budaya melalui video, vlog, dan blog bisa menjadi strategi yang efektif untuk mempromosikan budaya lokal dengan cara yang autentik, sekaligus memberdayakan komunitas setempat.
Studi yang dilakukan oleh Nielsen (2023) mengungkapkan bahwa konten yang membahas isu sosial dan pelestarian budaya memperoleh perhatian serta dukungan yang lebih besar dari kalangan audiens muda. Dengan lebih dari 60% pengguna media sosial berpartisipasi dalam kampanye yang mempromosikan pelestarian budaya lokal, hal ini menunjukkan tren yang signifikan. Menggunakan platform media sosial untuk membahas isu-isu berkaitan dengan pelestarian budaya, seperti ancaman terhadap kerajinan tangan tradisional atau keberlanjutan seni lokal, mampu menarik minat dan dukungan dari generasi muda yang memiliki kepedulian terhadap keberlanjutan serta identitas budaya.
Strategi-strategi di atas mengindikasikan bahwa media sosial memainkan peran yang signifikan dalam menjaga dan mempromosikan budaya lokal. Dengan memanfaatkan teknologi serta menjalin kolaborasi antara berbagai pihak, media sosial dapat berfungsi sebagai alat yang efektif untuk meningkatkan kesadaran, pendidikan, dan pelestarian budaya lokal di era digital saat ini.
Penulis: Samba Hafizh Pramana