Relevansi Buku Sarinah di Kehidupan Modern: Isu Kesetaraan Gender Tetap Menjadi Tantangan

suaracianjur.com
Desember 09, 2024 | 18:16 WIB Last Updated 2024-12-09T11:24:51Z
Foto: Dok. (Net) Photo istimewa.

SUARA CIANJUR | TANGGERANG - Buku Sarinah memposisikan emansipasi perempuan sebagai pilar penting pembangunan negara, dan gagasan ini terkait dengan kehidupan modern. Soekarno menekankan bahwa perempuan perlu memiliki akses penuh terhadap pendidikan karena melalui pendidikan mereka dapat memberdayakan diri, melawan diskriminasi dan mendukung kemajuan generasi penerus bangsa. Senin (9/12/2024).

Di zaman modern, isu kesetaraan gender tetap menjadi tantangan, terutama di bidang pendidikan, ekonomi, dan politik, di mana perempuan seringkali menghadapi hambatan struktural dan budaya. 

Sementara teknologi digital sekarang membuka peluang baru bagi perempuan untuk berkontribusi pada ekonomi global, akses yang tidak setara dan norma patriarki tetap menjadi penghalang. 

Pandangan Soekarno mengingatkan bahwa perjuangan pembebasan perempuan tidak lepas dari perjuangan seluruh negara, namun terkait sebagai inspirasi untuk membangun masyarakat yang lebih adil, inklusif dan progresif. 

Soekarno menulis buku Sarinah pada tahun 1963 sebagai penghormatan kepada Sarinah, sosok pengasuh dan pembantu rumah tangga yang sangat berpengaruh dalam kehidupan Soekarno, dan sebagai bentuk refleksi terhadap peran perempuan dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan bangsa. 

Dalam buku ini, Soekarno menekankan pentingnya peran perempuan dalam masyarakat, serta perlunya emansipasi perempuan untuk mencapai keadilan sosial dan kesejahteraan. 

Ia menyatakan bahwa Sarinah bukan hanya seorang pembantu tetapi juga seorang guru yang mengajarkan nilai-nilai cinta kasih dan kepedulian terhadap sesama.

Jumlah perempuan yang menempuh pendidikan tinggi saat ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan era 1970-1980-an. 

Pendidikan adalah kunci untuk menjadikan perempuan sebagai agen perubahan aktif, bukan sekadar penerima pasif dari berbagai program pemberdayaan. 

Melalui pendidikan, perempuan dapat memperoleh kemandirian ekonomi, memungkinkan mereka untuk bekerja, baik di luar rumah maupun dari tempat tinggal mereka sendiri. 

Dengan semakin terbukanya kesempatan tersebut, muncul berbagai harapan dan cita-cita yang ingin mereka wujudkan untuk masa depan yang lebih baik.  

Soekarno menekankan pentingnya pendidikan intelektual bagi perempuan. Ia berargumen bahwa perempuan harus memiliki pengetahuan dan kemampuan berpikir yang matang agar dapat berkontribusi secara aktif dalam masyarakat. 

Diskriminasi terhadap perempuan dalam pendidikan masih terjadi karena berbagai alasan. Dalam bidang ilmu pengetahuan, perempuan kerap menghadapi hambatan, sering kali dianggap kurang rasional atau dianggap dapat menimbulkan tantangan tertentu. 

Di dunia kerja, diskriminasi terhadap perempuan juga nyata, misalnya dalam kesulitan mendapatkan promosi. Hal ini sering kali disebabkan oleh akses pendidikan yang lebih terbatas dibandingkan laki-laki, sehingga peluang perempuan untuk berkembang menjadi lebih kecil. 

Perempuan juga sering kali menghadapi beban kerja ganda di tempat kerja dan di rumah. Meskipun telah lelah bekerja, perempuan tetap merasa bertanggung jawab untuk merawat keluarga dan menciptakan kebahagiaan bagi suami dan anak-anaknya. 

Soekarno mengakui keinginan perempuan untuk cinta, kasih sayang, dan kebahagiaan keluarga sebagai sesuatu yang alami dan menjadi inti dari kodrat mereka. Hal ini tertulis di buku Sarinah Halaman 81, “Sebab, meskipun dia sudah bekerja dimasyarakat, yaitu bekerja sebagai produsen masyarakat di dalam pabrik atau di perusahaan lain, tetap ia seorang wanita, tetap ia seorang istri, tetap ia seorang ibu, tetap ia ingin membahagiakan suaminya, tetap ia ingin membahagiakan anak-anaknya. Kewajiban terhadap suami dan anak ini, tak dapat dan tak mungkin ia lupakan. Sebab, kecintaan kepada suami dan kecintaan kepada anak, adalah memang jiwa wanita. Wanita boleh modern, boleh “feminis”, boleh menjadi orang pangkat tinggi, atau orang kuli hina dina yang lima belas jam sehari membanting tulang di pabrik, tetapi ia tetap wanita, yang ingin cinta, yang ingin kasih, yang ingin membahagiakan kepada suami dan anak. Meskipun badan telah letih seperti remuk pinggang telah patah karena capek, setiba wanita dirumah dari pekerjaan dipabrik atau dikebun, ia akan bekerja lagi, membanting tulang lagi, memeras keringat lagi, buat suami, buat anak. Ia tidak akan dapat melepaskan diri dari tarikan jiwa yang demikian itu.” kutipan ini juga dapat dilihat sebagai refleksi tantangan perempuan yang menghadapi ekspektasi tradisional di tengah modernitas. Dalam konteks sekarang, pesan ini mengundang diskusi tentang pentingnya pembagian peran yang adil antara laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga, sehingga perempuan tidak terbebani secara berlebihan dalam menjalani peran ganda mereka. 

Salah satu tantangan utama feminisme modern di Indonesia adalah budaya patriarki yang masih mengakar kuat dalam masyarakat. Buku Sarinah menyoroti bagaimana perempuan sering kali ditempatkan dalam posisi rendah, dan perjuangan mereka untuk kesetaraan sering kali terhambat oleh norma-norma sosial yang patriarki. 

Soekarno sendiri mengakui bahwa meskipun ada kemajuan, banyak perempuan masih terjebak dalam struktur sosial yang membatasi peran dan hak mereka. 

Meskipun Soekarno mengakui adanya kebutuhan akan struktur patriarki, ia juga mengkritik bagaimana perempuan sering kali diposisikan sebagai objek dan tidak memiliki hak yang setara dengan laki-laki. 

Dalam bukunya, ia mencatat bahwa banyak perempuan dipandang hanya sebagai "pajangan" atau "teman konco wingking" yang menunjukkan kedudukan mereka dalam struktur sosial.

Bicara tentang buku Sarinah yang bertemakan feminisme, di zaman modern ini feminisme juga sering dipandang sebagai gerakan yang berasal dari Barat, yang terkadang dianggap tidak relevan dengan keadaan Indonesia. 

Soekarno menegaskan bahwa feminisme Indonesia harus sesuai dengan kondisi lokal dan tidak bisa diadopsi secara langsung dari model Barat, yang sering kali lebih fokus pada kesetaraan politik dan hukum. Feminis Indonesia memiliki pendekatan yang lebih multidimensi. 

Selain memperjuangkan hak-hak perempuan, feminisme Indonesia juga mencakup aspek keadilan sosial, mengentaskan kemiskinan, dan solidaritas rakyat. Ini mencerminkan kebutuhan untuk mengatasi masalah yang lebih luas yang dihadapi oleh perempuan dari berbagai latar belakang sosial.

Buku Sarinah karya Soekarno menawarkan banyak inspirasi bagi generasi muda, terutama dalam konteks emansipasi perempuan dan peran mereka dalam pembangunan bangsa. Buku ini menegaskan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam pembangunan masyarakat dan negara. 

Pada buku Sarinah halaman 332 “Juga diatas pundak wanitalah terletak kewajiban untuk tidak ketinggalan di dalam perjuangan ini, dalam mana diperjuangkan kemerdekaan mereka dan pembebasan mereka. Mereka sendirilah harus membuktikan, bahwa mereka mengerti benar-benar tempat mereka dalam perjuangan sekarang yang mengejar masa depan yang lebih baik itu" kutipan ini menggambarkan perjuangan perempuan yang tidak hanya berjuang untuk hak-haknya sendiri tetapi juga untuk kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. 

Generasi muda dapat mengambil pelajaran bahwa kontribusi perempuan sangat berharga dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, politik, dan sosial. Melalui buku Sarinah, Soekarno menunjukkan bahwa kepemimpinan tidak selalu datang dari posisi formal atau kekuasaan. Generasi muda dapat terinspirasi oleh contoh Sarinah sebagai sosok yang mempengaruhi pemikiran dan tindakan seorang pemimpin besar seperti Soekarno, meskipun ia bukan berasal dari kalangan terpelajar atau elit.

Sebagai sebuah karya monumental, Sarinah karya Soekarno tidak hanya menjadi pedoman ideologis peran perempuan dalam perjuangan tanah air, tetapi juga warisan pemikiran yang terus relevan dengan zaman modern. 

Buku tersebut menyatakan bahwa perjuangan pembebasan perempuan adalah perjuangan untuk mewujudkan masyarakat yang lebih adil dan setara, di mana semua individu, tanpa memandang jenis kelaminnya, memiliki kesempatan untuk berkontribusi dalam kehidupan globalisasi yang semakin kompleks, nilai-nilai yang diangkat di Sarinah terus menjadi landasan penting dalam upaya menciptakan perubahan sosial dalam mendukung keadilan. Oleh karena itu, memahami dan menghidupkan kembali gagasan-gagasan dalam buku ini merupakan langkah nyata menuju terwujudnya cita-cita Indonesia yang lebih maju dan inklusif.

Penulis: Salsa Noviandani.


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Relevansi Buku Sarinah di Kehidupan Modern: Isu Kesetaraan Gender Tetap Menjadi Tantangan

Trending Now

Iklan