INFO NEWS | JAKARTA - Sritex, salah satu perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara, akhirnya resmi dinyatakan bangkrut. Dikutip dari Kompas.com. Perusahaan yang telah beroperasi selama puluhan tahun ini, bersama dengan beberapa anak usahanya, kini terpaksa menjual semua aset yang tersisa untuk memenuhi kewajiban finansial kepada para kreditur.
Hal ini pula yang menjadi alasan Sritex akhirnya harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap puluhan ribu karyawan.
Alasan Kebangkrutan Sritex Diungkap
Sebelumnya dinyatakan bangkrut, Sritex telah terjerat hutang yang terlampau besar untuk dilunasi saat pendapatan perusahaan tengah limbung selama beberapa tahun terakhir. Dengan total aset yang hanya 617,33 juta dolar AS (sekitar Rp 9,65 triliun), Sritex tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk melanjutkan operasionalnya, yang mengakibatkan terjadinya PHK massal dan akhirnya dinyatakan bangkrut.
Kebangkrutan Sritex terjadi setelah keputusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang pada 21 Oktober 2024, yang diikuti dengan putusan kasasi Mahkamah Agung pada 18 Desember 2024.
Beberapa entitas yang dinyatakan pailit mencakup PT Sritex Sukoharjo, PT Primayudha Mandirijaya Boyolali, PT Sinar Pantja Djaja Semarang, dan PT Bitratex Industries Semarang.
Berdasarkan Pasal 39 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 mengenai Kepailitan, pekerja yang terikat pada debitor berhak memutuskan hubungan kerja, sedangkan kurator juga dapat memberhentikan karyawan dengan memperhatikan ketentuan waktu yang berlaku.
Perusahaan ini menghadapi utang yang sangat besar, mencapai 1,597 miliar dolar AS (setara dengan Rp 25 triliun), di tengah pendapatan yang terus merosot dalam beberapa tahun terakhir.
Sejarah Berdirinya Sritex hingga Dinyatakan Bangkrut
Sejarah Sritex tidak dapat dipisahkan dari sosok Haji Muhammad Lukminto atau Ie Djie Shien yang merupakan pendirinya. Haji Muhammad Lukminto diketahui telah meningal dunia pada tanggal 5 Februari 2014 di Singapura.
Ia tak sempat melihat perusahaan yang ia dirikan resmi ditutup per 1 Maret 2025 atau setelah 10 tahun kepergiannya. Setelah itu, meski telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Keluarga Lukminto tetap menjadi pengendali de facto perusahaan yang berlokasi di Sukoharjo ini.
Menurut Laporan Tahunan Sritex 2023, PT Huddleston Indonesia yang kepemilikannya masih terafiliasi dengan Keluarga Lukminto menguasai 59,03 persen saham sebagai pemegang saham mayoritas, sementara kepemilikan publik mencapai 40,97 persen.
Dua orang dari Keluarga Lukminto pun memegang posisi strategis di Sritex, yaitu Iwan Setiawan Lukminto dan Iwan Kurniawan Lukminto.
Iwan Setiawan Lukminto menjabat sebagai Komisaris Utama, setelah sebelumnya memegang posisi Direktur Utama sejak 2014 hingga digantikan oleh saudaranya pada tahun 2023. Iwan Setiawan Lukminto pernah tercatat sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia, dengan kekayaan yang mencapai 515 juta dolar AS.
Sementara itu, adiknya, Iwan Kurniawan Lukminto, saat ini menjabat sebagai Direktur Utama Sritex hingga perusahaan dinyatakan pailit.
Dalam Laporan Keuangan Konsolidasi Interim 30 Juni 2024, terungkap bahwa Sritex terus mengalami kerugian, dengan total penjualannya lebih rendah dibandingkan dengan beban operasional.
Pada semester pertama 2024, perusahaan mencatat penjualan hanya sebesar 131,73 juta dolar AS, turun dari 166,9 juta dolar AS pada periode yang sama di tahun 2023. Beban penjualan mencapai 150,24 juta dolar AS, sehingga perusahaan mencatat kerugian sebesar 25,73 juta dolar AS (sekitar Rp 402,66 miliar).
Kerugian ini tidak hanya terjadi di tahun 2024 saja. Sebelumnya pada tahun 2023, Sritex juga mengalami kerugian yang signifikan, yaitu 174,84 juta dolar AS (sekitar Rp 2,73 triliun).
Selama pandemi Covid-19, kerugian semakin besar, dengan laporan tahunan menunjukkan kerugian 391,56 juta dolar AS (sekitar Rp 6,12 triliun) pada tahun 2022.
Kerugian yang diderita Sritex pada 2022 bahkan jauh lebih besar yakni 1,07 miliar dollar AS atau nilainya setara dengan Rp 16,81 triliun apabila menggunakan nilai kurs dollar saat ini. Berikutnya pada 2021 Sritex mencatat kerugian 1,06 miliar dollar AS.
Meski sempat mencatatkan laba pada tahun 2020 sebesar 85,33 juta dolar AS, namun kondisi aset Sritex terus menurun dari tahun ke tahun. Pada Juni 2024, nilai aset perusahaan tercatat 617 juta dolar AS, menurun dibandingkan 648 juta dolar AS pada 2023, dan jauh lebih rendah dibandingkan 1,23 miliar dolar AS pada 2021.
(Red)