SUARA CIANJUR | CIPANAS - Relokasi pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Raya Cipanas yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Cianjur menuai kontroversi dari berbagai elemen masyarakat, terutama kritikan tajam datang dari Yudi Ketua Paguyuban Pedagang Kaki Lima, menurutnya PKL selalu dijadikan kambing hitam atas kesemrawutan arus lalulintas.
Selain faktor tudingan menjadi penyebab Kemacetan lalulintas di depan pasar cipanas, para PKL juga mengeluhkan tempat relokasi yang di siapkan Pemerintah dianggap tidak layak.
" Lokasi baru ini benar-benar tidak mendukung kegiatan dagang kami. Bahkan tempatnya terlihat seperti bekas pembuangan sampah, sehingga pembeli enggan datang. Kami yang hanya berusaha mencari nafkah menjadi korban dari kebijakan yang tampaknya tidak memikirkan dampaknya pada pedagang kecil,” ungkap Yudi, Minggu (20/4/2025).9
Di tengah upaya pemerintah memberlakukan kebijakan satu jalur di Jalan Raya Cipanas- alih alih mengurangi kemacetan, justru menciptakan keruwetan baru. Beberapa lokasi eks tempat berjualan PKL kini dijadikan titik parkir angkot dan kendaraan pribadi, sehingga memperparah kemacetan yang sudah lama menjadi keluhan warga.
" Kami awalnya berharap kebijakan satu jalur ini membantu kelancaran lalu lintas. Tapi kenyataan berbicara lain, area parkir dan tempat ngetem angkot malah semakin mempersulit akses di jalan utama. Kami merasa seolah-olah PKL selalu menjadi kambing hitam atas kekacauan lalu lintas di Cipanas, padahal masalah tidak hanya bersumber dari kami,” tambah Yudi.
Salah satu hal yang paling disayangkan oleh kelompok PKL adalah metode pelaksanaan kebijakan yang dianggap sepihak. Dialog antara pemerintah daerah, Satpol PP, dan para pedagang kecil dirasa hampir tidak ada, sehingga kebijakan relokasi seolah hanya merugikan satu pihak tanpa memberikan solusi nyata dan adil bagi semua.
“Pemindahan ini dilakukan begitu saja tanpa adanya musyawarah yang melibatkan kami. Kami hanya berharap agar pemerintah mau membuka ruang dialog untuk menemukan solusi yang tidak memberatkan. Jika terus begini, kami akan kehabisan modal dan banyak yang terpaksa gulung tikar,” tegas Yudi.
Keluhan serupa datang dari Hapsa, seorang pedagang makanan ringan, yang merasa lokasi relokasi sangat tidak layak. Selain tidak strategis, area tersebut menjadi becek dan penuh genangan air saat hujan turun, mengurangi minat pembeli dan mempersulit pedagang kecil untuk bertahan.
“Bagaimana pembeli bisa merasa nyaman kalau tempatnya saja terlihat kumuh dan kotor? Kami sangat berharap pemerintah dapat memberikan tempat yang lebih baik agar kami bisa terus berjualan tanpa hambatan seperti ini,” ujar Hapsa dengan harapan besar.
Nunui, pedagang singkong keju, bahkan mengalami kerugian besar di saat momen penting menjelang Lebaran. Penggusuran yang dilakukan tanpa pemberitahuan jelas membuat dirinya kehilangan modal dagangan begitu saja.
“Modal saya saat itu Rp500 ribu hilang tanpa hasil karena penggusuran mendadak. Kami bahkan tidak diberi tahu waktu pastinya, sehingga dagangan yang sudah disiapkan pagi hari menjadi sia-sia. Kondisi ini sangat menyakitkan, terutama menjelang Lebaran saat kebutuhan keluarga meningkat,” ungkap Nunui dengan penuh kesedihan.
Para PKL kini mendesak pemerintah untuk bertindak cepat dan memberikan solusi yang lebih manusiawi bagi para pedagang kecil yang terdampak kebijakan relokasi. Mereka menginginkan dialog terbuka dengan semua pemangku kepentingan hingga tercipta aturan yang tidak hanya dianggap adil, tetapi bisa menjamin penghidupan mereka di lokasi baru. Kritik tak hanya diarahkan kepada Kabupaten Cianjur, tetapi juga kepada Pemerintah Desa Cipanas yang dianggap kurang efektif dalam memberikan dukungan.
“Harapan kami sederhana, solusi nyata yang berpihak pada pedagang kecil. Kami tidak dapat bertahan hanya dengan janji-janji kosong. Kehidupan kami semakin berat, dan kami membutuhkan tindakan nyata dari pemerintah,” pungkas para pedagang.
Hingga kini, banyak PKL masih berjuang mencari keadilan dan dukungan di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit. Langkah konkret dari pihak terkait sangat dibutuhkan untuk memastikan keberlangsungan hidup mereka di lokasi baru.
Terpisah, Yudi Ketua Aliansi Garuda, salah satu lembaga NGO yang aktif soroti Pertanahan dan Tata Ruang terkait relokasi pkl dan rencana pemindahan jalur angkot angkat bicara, menurutnya hal tersebut sangat erat berkaitan dengan status asal usul lahan yang kini dibangun menjadi ruko.
" Tim kami saat ini sedang mengkaji asal usul tanah tersebut, karena ada ahli warisnya yang sah loh," ucapnya singkat.
Ketika ditanya awak media seperti apa asal usulnya, ia menjawab.
" Nanti saja, untuk sementara sedang kami kaji dulu," kelit Yudi kepada awak media.
(Indra)